Sunday, August 13, 2017

Lesson by Street Vendor


 行萬里路勝讀萬卷書 - It is better to travel far than to read voluminously.

Quotes jadul dari Chinese ancient yang selalu terngiang - ngiang di kuping everytime gue travelling. Yes, thats right. Travel is not just a travel. One of my travel bucket list is to learn from local.

Last travel gue ke Kuching gue belajar dari 2 street vendor.

Yang pertama a burger vendor.

Di Kuching itu night life-nya gak se wow di kota besar, jadi waktu malam gue mau cari makan sekitar jam 8-an hanya beberapa toko aja yang masih buka. Akhirnya gue dateng ke burger vendor di serong hotel gue. (*Hotel apa? Baca ini ya :)

Kayaknya sih gue pembeli pertama ya dilihat dari penggorengan-nya yang masih mulus. Karena disitu cuman ada si penjual, gue, dan nyokap jadi dia sambil bikin sambil ngobrol santai.

Datang dari mana? Dari Jakarta. Oh, sekolah di sini ya? Nggak. Sekolahnya dimana? Di Taiwan. Wah jauh ya mandarinnya jago dong. 

Si uncle yang kalau dilihat sudah berusia diatas 50an itu terus ngobrol dengan senyum dan sambil masak daging burger gue pelan - pelan.

Yang bikin gue amaze itu knowledge dia tentang dunia lain bahkan sejarah Indo. Dari cara menu dia yang tertulis dengan huruf calligraphy spidol dan menata burger bak menata sketsa arsitektur gue jadi berasumsi si uncle anak art yang pengen coba2 jualan.



Beef & cheese burger pesenan gue lengkap sama peanut butter dan harganya seinget gue around RM5, which is only IDR 15k.



Gue gak banyak nanya tentang background dia dulunya, tapi gue bisa merasakan hidup santai dengan suasana downtown sambil kerjain sesuatu yang lw suka tuh rasanya heartwarming banget. Bayangkan kita yang kerja di kota besar setiap hari kerjaannya rush banget, ini urgent itu urgent. Bentar bos bilang mau ini segera, bentar meeting itu. Jauh beda banget sama kehidupan si uncle yang menikmati angin dan langit malam sambil kerjain apa yang dia suka.


Dan yang kedua adalah pedangang rujak di riverside.




Sekilas tidak ada yang menarik dari stand ini. Banyang stand di sepanjang riverside yang menawari aneka jajanan sampai barang elektronik pun ada. Gue yang lagi jalan - jalan sore sambil menikmati indahnya sunset terpanggil oleh stand ini.

Dan yang menarik gue kesini adalah mandarin old song yang keluar dari dalam stand ini. Yes, antique banget deh dari radio tua yang masih ada tempat cassette nya sampai lagu yang diputar. Akhirnya gue singgah dan order rujak, cobain ah rujak sini kayak apa.

Bedanya dari rujak Jakarta, sausnya petis, isinya ada bengkoang, nanas, timun, tahu dan ditaburi bubuk kacang tanah di atasnya. Kalau gue lebih suka tanpa tahu karena menurut gue aneh rujak pake tahu. :P Rasa petisnya khas bgt enak. My fav. one. (*tersedia porsi kecil RM3, medium RM4, besar RM5

This regular one
Waktu lagi nunggu rujak dan merhatiin jajanan apa yang bisa gue serbu, mata gue tertuju sama papan menu yang ada. Kalau biasa cuman isinya menu jualan apa dan harga aja, ini isinya foto si Akong lagi mancing ikan, foto jadul si Akong, dan karikatur orang beli rujak.

Guys bisa bayangin background-nya old mandarin song, liatnya foto - foto jadul si Akong. Terus pas gue mau beli minum dia masarin jualan-nya lucu banget. Minum susu kacang biar putih kayak tahu.

Hahahaha

Ahhh gue jadi berinspirasi banget buat menikmati hari tua seperti si Akong ini hidupnya santai, dengerin lagu tua dan nghadep-nya riverside yang sunsetnya bagus itu.

Gue belajar lagi yang bikin kita  bahagia bukan harta atau kedudukan tapi bisa ngelakuin apa yang kita suka dan hidup relax. (*mungkin aku sudah terlalu lelah bekerja


Kuching mengajarkan gue banyak hal, salah satunya me-relax-kan pikiran, batin, dan jasmani.

Thanks Kuching for all the lesson.